Kajian terhadap Arsitektur Masjid Pesantren Abad ke-18 di Madiun dan Ponorogo
Study on the Architecture of the 18th Century Pesantren’s Mosques in Madiun and Ponorogo
Keywords:
Banjarsari, mosque architecture, pesantren mosque, Tegalsari, SewulanAbstract
In pesantren, Islamic boarding schools, not only mosque is a place of worship, but also a place of learning and other activities. From physical perspective, mosque is also a representation of a pesantren, so knowing its architecture can show the relationship between pesantren and its local culture. In this regard, the author studied pesantren’s mosques in Tegalsari Ponorogo, Sewulan and Banjarsari, Madiun, which were founded around the 18th century. By using the Historical Archaeology approach, this study show that the 18th century pesantren’s mosques in Madiun and Ponorogo have components commonly found in Javanese mosque architecture. This is mainly represented in the form of tajug on its main room as well as other components, such as serambi and pawestren. In addition, although those pesantrens in Madiun and Ponorogo have close relationships, their mosques tend to have different uniqueness. This fact can be seen as an effort by each pesantren to develop a creative process, as well as to express the cultural forms of the society of its locus and tempus.
Dalam lingkungan pesantren, masjid tak hanya berperan sebagai tempat ibadah, namun juga menjadi tempat pembelajaran dan aktivitas lainnya. Dari sisi fisik, masjid juga menjadi representasi sebuah pesantren, sehingga mengetahui arsitekturnya dapat menunjukkan relasi pesantren dengan budaya setempat. Dalam hal itu, penulis meneliti masjid pesantren Tegalsari Ponorogo serta masjid pesantren Sewulan dan Banjarsari, Madiun, yang didirikan sekitar abad ke-18. Dengan menggunakan pendekatan Arkeologi Kesejarahan, penelitian ini menemukan bahwa masjid pesantren di Madiun dan Ponorogo abad ke-18 memiliki komponen seperti yang biasa terdapat dalam arsitektur masjid Jawa. Hal itu terutama direpresentasikan dalam bentuk tajug pada bangunan ruang utama masjid pesantren, serta komponen-komponen lain, seperti serambi dan pawestren. Di samping itu, meski pesantren-pesantren di Madiun dan Ponorogo memiliki hubungan yang erat, masjid-masjidnya cenderung memiliki keunikan yang berbeda. Fakta tersebut dapat dilihat sebagai upaya masing-masing pesantren untuk mengembangkan proses kreatif, serta membaca dan mengekspresikan bentuk budaya masyarakat zamannya.
Downloads
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Syukron Jauhar Fuad Faizin (Author)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.